S Faisal Parouq | Wakil Sekretaris LPLH & SDA-MUI
JURNAL PEMULIAAN LINGKUNGAN – VOL.01/VIII/2023
- Muwakif wakaf sanitasi
Pemberi harta wakaf untuk wakaf sanitasi terbagi atas 2 jenis, yaitu:
(1) Wakif Pribadi
(2) Wakif Lembaga
Untuk wakif pribadi sudah sangat umum terjadi, dengan wakif memberikan hartanya kepada Nazhir untuk dikelola, sedangkan wakif lembaga, masih relatif baru diimplementasikan. Harta wakaf sanitasi sah dinyatakan sebagai harta wakaf setelah dilakukan akad AIW, dengan peruntukkan harta wakafnya, boleh salah satu diantaranya ataupun keseluruhan, adalah sebagai sarana air minum dan sanitasi. - Bentuk harta wakaf sanitasi
Untuk bentuk harta wakaf sanitasi dapat berupa 3 jenis harta, yaitu:
(1) Harta tidak bergerak
(2) Harta bergerak
(3) Harta bergerak selain uang
Harta tidak bergerak biasanya berbentuk lahan dan/atau bangunan. Harta bergerak itu merupakan wakaf uang, baik dalam bentuk rupiah atau valuta asing, ataupun deposito. Sedangkan harta bergerak selain uang, dapat berupa kendaraan, mesin, logam mulia, saham, dan masih banyak lagi.
Saat ini Indonesia sedang berupaya melakukan peningkatan derajat Kesehatan masyarakatnya. Upaya ini telah tertuang juga dalam SDGs (Sustainable Development Goals) yang tertuang pada tujuan keenam SDGs, yaitu Akses Air Minum dan Sanitasi, dengan target pada tahun 2030 seluruh masyarakat Indonesia dapat memperoleh akses air minum aman dan sanitasi aman / bebas buang air besar sembarangan. Suatu target yang tidak mudah dengan tenggat waktu yang hanya kurang dari 7 tahun sejak tahun 2023 ini. Tanpa dukungan masyarakat luas, sangat sulit untuk mencapai target yang telah ditetapkan oleh pemerintah ini dan menjadi suatu keharusan akan keterlibatan aktif dari masyarakat.
Sejak tahun 2015, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan fatwa mengenai pendayagunaan harta zakat infak sedekah wakaf (ZISWAF) untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi. Dalam hal ini MUI berupaya untuk memberikan stimulus kepada Masyarakat untuk memanfaatkan dana Ziswaf dalam pemenuhan kebutuhan akan akses air minum aman dan juga sanitasi aman. Mengingat kedua hal tersebut berkaitan dengan SGDs yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, maka fatwa MUI ini memberikan panduan kebolehan dalam perspektif islam untuk masyarakat yang ingin memberikan bantuan berupa sarana sanitasi kepada pihak yang membutuhkan.
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Kesehatan telah menetapkan program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) sejak tahun 10 tahun yang lalu. Hal ini juga berkaitan dengan angka kejadian penyakit diare dan juga stunting (gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami balita) yang di alami banyak anak-anak
di Indonesia, yang secara umum diakibatkan dengan akses sanitasi yang masih buruk dan gizi buruk, terutama di daerah pedesaan yang saat itu masih sering ditemukan perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau Open Defecation (OD) di badan air ataupun lahan terbuka. STBM memiliki tujuan untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Dalam implementasinya STBM dilaksanakan dengan memperhatikan 5 pilar STBM, yaitu : (1) Stop BABS, (2) Cuci tangan pakai sabun, (3) Pengolahan air minum dengan benar, (4) Pengelolaan sampah rumah tangga, (5) Pengelolan limbah cair rumah tangga agar tidak mencemari lingkungan. Jika mengacu pada fatwa MUI mengenai pendayagunaan dana ZISWAF untuk penyediaan sarana air bersih dan sanitasi, maka semua pilar STBM dapat disediakan melalui dana ZISWAF. Tetapi pada artikel ini, fokus pembahasan ada dalam pemanfaatan harta wakaf untuk air bersih dan sanitasi. Selain itu, ini juga seiring dengan semangat dari STBM itu sendiri, yaitu menciptakan kemandirian masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan akses sanitasi yang layak, mengingat keterbatasan anggaran dari pemerintah yang mana pemerintah tidak akan mampu mendukung pencapaian dari seluruh target SDGs jika hanya mengandalkan dana yang berasal dari pemerintah.
Berbicara mengenai wakaf air bersih, maka kita akan mengingat kisah sumur Raumah di Madinah yang dibeli oleh Utsman bin Affan saat mendengar sabda Rasulullah SAW mengenai balasan surga bagi siapa saja mampu membebaskan sumur Raumah dan menyumbangkannya buat umat, sesuai hadits Riwayat Muslim. Hingga saat
ini, dari sumur Raumah telah berkembang harta wakaf yang luar biasa terasa manfaatnya dan menyediakan bukan hanya air untuk umat islam, tetapi juga menyediakan kebutuhan umat islam lainnya, seperti hotel, beasiswa, dll. Mengambil faedah dari kisah utsman, sudah barang tentu harta wakaf dapat digunakan dalam pemenuhan pilar ke-3 STBM, yaitu pengolahan air minum dengan benar dan dapat digunakan mulai dari pengadaan lahan, pembuatan sumurnya, perlengkapan pompa, tangki penampung air, unit penjernihan air, hingga pipa distribusi. Dengan demikian, Pemerintah pusat ataupun daerah dapat menstimulus masyarakat agar dapat berperan aktif dalam pemenuhan akses air minum yang aman dengan menggandeng pihak-pihak yang dapat memberikan hartanya sebagai harta wakaf.
WAKAF UNTUK SANITASI
Satu hal yang perlu diingat mengenai harta wakaf adalah sifat keabadian/ kelestarian dari harta wakaf, bahwa harta wakaf harus selalu ada hingga hari kiamat, sehingga diperlukan nazhir (pengelola) yang amanah, mengetahui maqusyid syariah dari harta wakaf, professional, dan berpengetahuan luas. Sehingga harta wakaf yang dipercayakan kepada nazhir tetap akan terus terjaga dan lebih baik lagi menjadi berkembang secara kualitas maupun kuantitasnya. Dalam hal harta wakaf yang kegunaannya sebagai sarana air bersih ataupun sanitasi, maka sarana ini akan tetap terjaga keberadaan sampai kapanpun, dimana ini akan memudahkan pemerintah pusat ataupun daerah dalam menginvetarisasi serta memetakan jumlah sarana yang telah dibangun dan terakses oleh masyarakat. Oleh karenanya sangat penting landasan dasar dari harta wakaf untuk mendukung program STBM ada dalam bentuk lahan/ tanah dengan akta ikrar wakaf (AIW) yang peruntukkannya mencantumkan sarana air bersih dan/atau sanitasi.
Untuk menjaga lebih baik lagi sarana sanitasi yang berwujud harta wakaf, perlu ditunjuk nazhir yang berasal dari lembaga dan merupakan badan hukum. Pemerintah daerah dapat menunjuk BWI di tingkat kabupaten/kota sebagai nazhir wakaf sanitasi, dan tentunya juga dibantu oleh tenaga yang memiliki pengetahuan tentang
sanitasi atau pengolahan sampah/ limbah cair rumah tangga. Mengingat di tangan nazhir lah, harta wakaf akan memberikan manfaat kepada masyarakat atau tidak. Nazhir harus menyampaikan nilai manfaat yang telah dihasilkan dari harta wakaf kepada penerima manfaat (mauquf ‘alaih). Dengan demikian, tujuan dari adanya
harta wakaf tersebut dapat tercapai sesuai peruntukkannya. Pertanyaan selanjutnya yang teramat penting adalah, siapa yang dapat menjadi muwakif (pemberi harta
wakaf) serta bentuk harta yang bisa dijadikan wakaf sanitasi? Jawaban dari pertanyaan tersebut dijabarkan dengan uraian berikut:
Ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan pada pemanfaatan harta wakaf untuk air minum dan sanitasi, yaitu:
- Yang pertama, perlu dipahami kembali adalah sifat keabadian harta wakaf, bahwa harta wakaf harus tetap ada sampai kapanpun. Harta wakaf tidak boleh berkurang, tetapi diperbolehkan berkembang. Mengingat prinsip dasar wakaf, yaitu tahan pokoknya dan sedekahkan hasilnya.
- Yang kedua, peruntukan dari harta wakafnya yang mencantumkan akses air minum dan sanitasi.
- Yang ketiga, perlu ditekankan sekali lagi, bahwa nazhir yang diharapkan mengelola harta wakaf sanitasi adalah nazhir lembaga, sehingga tanggung jawab pengelolaan dapat terjaga, walaupun terjadi pergantian personil lembaga
- Yang keempat, mauquf ‘alaih dari harta wakaf ataupun hasil harta wakaf diberikan kepada rakyat yang membutuhkan sanitasi dan/atau air minum. Satu hal yang berbeda antara wakaf dengan zakat adalah penerima bantuan dapat ditujukan kepada rakyat non-muslim untuk wakaf, sedangkan pada zakat hanya untuk rakyat muslim. Perbedaan lainnya adalah penerima manfaat dari harta wakaf dapat diberikan bukan hanya kepada masyarakat miskin, tetapai juga dapat diberikan kepada keluarga wakif, orang yang memiliki kemampuan, dll. Sehingga dampak dari harta wakaf dapat dirasakan oleh rakyat luas.
PEMBERDAYAAN WAKAF DALAM MENDUKUNG PROGRAM STBM
Bagaimana bentuk pemberdayaan harta wakaf untuk akses air minum dan sanitasi aman? Karena perlu bentuk penggunaan yang dapat berkesinambungan dalam implementasinya. Kita perlu memperhatikan catatancatatan dan pertimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan sebelumnya. Berikut ini adalah tata kelola harta wakaf untuk sanitasi:
Wakaf uang, dengan menerbitkan sukuk STBM / air minum / sanitasi
Dengan diterbitkan sukuk STBM, pemerintah dapat menunjuk BWI sebagai nazhir dari wakaf uang ini, dimana uang dijadikan sebagai harta wakaf, dapat dikembangkan ke deposito, obligasi, saham, atau lembaga keuangan mikro (koperasi syariah/ BMT) atau proyek lainnya yang dapat memberikan keuntungan. Artinya harta wakaf akan memberoleh bagi hasil, sehingga hasil dari pengembangannya inilah yang akan dipergunakan untuk membiayai pembangunan sarana air minum atau sanitasi bagi
masyarakat. Dengan demikian, selain harta wakaf akan tetap ada dan juga berkembang, target pencapaian akses air minum dan sanitasi aman juga dapat dipenuhi.
Pengumpulan wakaf uang dilakukan oleh LKSPWU (lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang) yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Umumnya dilakukan oleh bank syariah nasional, baik itu milik pemerintah ataupun swasta. Pengumpulannya dapat dilakukan diseluruh Indonesia, bahkan saat ini telah dikembangkan wakaf uang dengan menggunakan platform digital dan aplikasi, sehingga dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Saat ini, sebaiknya amanah untuk menjadi pengelola/ nazhir dari wakaf uang sanitasi ini diberikan kepada BWI. Dengan tidak menutup kemungkinan. Pengelolaannya diserahkan juga kepada nazhir lembaga lainnya yang memiliki kompetensi.
Wakaf melalui uang, dengan aplikasi untuk proyek 5 pilar STBM
Objek dari harta wakaf dari skema ini adalah sarana air minum atau sanitasi. Tetapi cara memperoleh harta wakafnya melalui pengumpulan uang. Berbeda dengan wakaf uang yang objek harta wakafnya adalah uangnya itu sendiri. Pada wakaf melalui uang, dana yang diperoleh dapat ditempatkan pada beberapa skema berikut:
Pembiayaan langsung pada sarana sanitasi
Dalam skema ini perlu diperhatikan sifat keabadian dari harta wakaf, sehingga nazhir wajib memelihara dari harta wakaf. Sangat diutamakan dana yang diperoleh digunakan untuk membangun sarana sanitasi yang dapat memberikan hasil, seperti pembebasan lahan untuk sarana pengolahan sampah (TPA) atau Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) yang akan tetap terjaga keberadaan lahannya. Guna memperoleh biaya operasional dan pemeliharaan fasilitas TPA ataupun IPLT, nazhir dapat melakukan penarikan restribusi. Dari retribusi ini nazhir dapat mengalokasikannya untuk gaji staff TPA atau IPLT, bahan bakar mesin, dan biaya lainnya.
Investasi pada sukuk/ obligasi/ deposito
Untuk skema ini, keahlian nazhir diperlukan dalam menilai jenis investasi yang digunakan dengan menggunakan dana yang diperoleh, mengingat bagi hasil yang diperoleh dari investasi ini yang akan digunakan untuk membiayai pembangunan sarana air minum atau sanitasi yang dibutuhkan masyarakat. Sangat dianjurkan nazhir yang dipilih memiliki kemampuan dalam bidang studi kelayakan investasi. Makin besar bagi hasil akan mempercepat realiasi sarana air minum dan sanitasi aman. Tetapi harus juga memperhatikan target pencapaian di tahun 2030 yang telah ditetapkan pemerintah. Bagi hasil yang diperoleh dari investasi dapat digunakan
untuk berbagai hal, yang tentunya paling utama adalah mauquf ‘alaih dari wakaf itu sendiri yaitu sarana air minum dan sanitasi, seperti: pengadaan lahan, pengadaan sarana angkut, pembuatan sumur, perpipaan/ saluran untuk air ataupun air limbah, biaya operasional, gaji staf, dan juga dapat diinvestasikan kembali beberapa bagian dari bagi hasil investasi. Kombinasi pembiayaan langsung pada sanitasi dan investasi pada sukuk/ obligasi/ deposito Pada skema kombinasi, maka alokasi pemanfaatan dana yang diperoleh akan dilakukanBdengan cara 2 skema sebelumnya. Besaran pembagian dari skema kombinasi ditetapkan sendiri oleh nazhir, bisa dibagi rata 50% atau 60-40 persen atau nilai persentase lainnya.
Untuk wakaf melalui uang, yang dapat menjadi nazhirnya adalah lembaga pemerintah pusat atau daerah, dalam hal ini BWI. Tetapi mengingat ini merupakan Kementerian Kesehatan, maka sangat dianjurkan BWI menggandeng pakar yang ada dari Kementerian Kesehatan untuk membantu dalamBpengelolaan harta wakaf ini, selain juga melibatkan Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas LingkunganBuntuk TPA dan IPLT .
Wakaf lahan untuk pilar 4 (TPA) dan pilar 5 ( IPLT)
Ini merupakan model wakaf yang umumnya dilakukan oleh wakif, yaitu penyediaan lahan. Lahan akan diwakafkan dengan peruntukan sebagai sarana TPA dan/atau IPLT Hingga saat ini pemerintah daerah terkadang masih mengalami kendala dalam pengadaan lahan untuk TPA dan IPLT. Lahan yang dapat diwakafkan itu bisa berasal dari lahan perorangan/ masyarakat ataupun lahan pemerintah. Dimana mekanisme proses akta ikrar wakaf (AIW) harus tetap dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hingga saat ini, masih ada kendala tahapan proses untuk mewakafkan lahan milik pemerintah atau negara. Diharapkan ke depannya disediakannya kemudahan untuk proses wakaf atas lahan milik negara, jika digunakan sebagai sarana yang melayani kepentingan umum.B Untuk memberikan gambaran singkat mengenai wakaf untuk sanitasi/ STBM ini, dapat dilihat melalui diagram sebagai berikut:
PENUTUP
Pengembangan harta wakaf untuk sanitasi sangat mungkin diwujudkan, dengan telah tersedianya sarana dan juga dasar fikih yang tertuang dalam fatwa MUI no.001/Munas-IX/2015. Dengan adanya kolaborasi berbagai pihak antara ulama dan umara (pemerintah) beserta perangkat pemerintahan, akan mewujudkan manfaat harta wakaf yang lebih luas lagi dan memberikan dampak yang signifikan bagi seluruh kalangan masyarakat di Indonesia.
Dengan pemanfaatan harta wakaf untuk menunjang program STBM ini, diharapkan generasi Indonesia akan menjadi lebih baik lagi derajat kesehatannya dan juga perkembangannya, melalui akses air minum dan sanitasi aman. Realisasi target pemerintah dalam SDGs pada tahun 2030 untuk air minum dan sanitasi dapat tercapai. Dan Indonesia emas 2045 dengan generasi unggul dapat terwujud dengan nyata. Inuriidu illal ishlah mastatho’tu, faidza azamta fatawakal ‘alallah